Wakilrakyat.co, Pohuwato – Puluhan mahasiswa dari Kelompok Cipayung Pohuwato menggelar aksi di depan Mapolres Pohuwato dan Kantor Bupati Pohuwato sementara (kantor bersama), Kamis, 5 Oktober 2023.
Peristiwa G 21 S Pohuwato yang berhujung pada pembakaran Kantor Bupati Pohuwato itu, tidak lain lahir dari keresahan rakyat, khususnya masyarakat lingkar tambang, Pohuwato.
Hal itu, tentu terjadi ketika meledaknya amarah masyarakat Pohuwato, karena memperjuangkan soal hajat hidup mereka, sebab mayoritas hidup mereka bergantung pada hasil tambang.
Jenderal lapangan yang juga sebagai Ketua PC PMII Pohuwato, Taufik Dunggio, menyampaikan turut prihatin atas masalah yang terjadi di Kabupaten Pohuwato. Peristiwa kelam G 30 S Pohuwato, masih membekas di memori ingatan mereka.
“Saya selaku jenderal lapangan dari kelompok Cipayung Kabupaten Pohuwato, tentu turut prihatin dengan masalah yg terjadi di daerah kami. G 21 S Pohuwato, masih membekas pada memory ingatan kami,” ucap Taufik.
Taufik menyadari, bahwa aksi rusuh yang terjadi pada G 21 S Pohuwato, tentu itu menyalahi aturan. Akan tetapi, Taufik menegaskan, bahwa selain itu ada hal penting yang tentunya menjadi perhatian bagi semua stack holder yang ada, tidak lain itu menyangkut soal isi perut rakyat.
“Diluar dari pada hal yg melanggar aturan itu, ada hal yg lebih penting juga yg mestinya jadi perhatian semua kalangan. yakni persoalan isi perut hari ini, esok dan seterusnya mau makan apa,” kata Taufik.
Dari point-point di atas mendorong kelompok Cipayung Kabupaten Pohuwato yangg terdiri dari Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pohuwato, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pohuwato dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pohuwato untuk turun menggelar aksi dengan membawa 7 tuntutan diantaranya :
1. Mendesak Kapolres Pohuwato untuk segera mundur dari jabatannya.
2. Mendesak Polres Pohuwato untuk mengusut dan mengadili jajaran anggota kepolisian yg melakukan tindakan represif secara berlebihan terhadap masa aksi dan korban salah tangkap pada aksi G 21 S Pohuwato.
3. Mendesak DPRD Pohuwato agar mengkomunikasikan bersama semua unsur pemerintahan agar membuat forum komunikasi yg melibatkan semua unsur tokoh dan lembaga organisasi, untuk menjadi wadah musyawarah terkait problematika pertambangan di pohuwato, serta menjadi ruang untuk memberi masukan ke pemerintah daerah pohuwato dalam pengambilan kebijakan.
4. Mendesak pemerintah daerah dalam hal ini Bupati, agar melakukan negosiasi kembali terkait kelayakan nominal tali asih dan melibatkan perwakilan penambang yang merasa dirugikan.
5. Mendesak pemerintah daerah agar melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan terkait dengan pemanfaatan dan pemberdayaan UMKM yang ada di area lingkar tambang (Marisa, Buntulia, Duhiadaa), dan membuka peluang kerja seluas-luasnya agar merekrut masyarakat lingkar tambang.
6. Mendorong pemerintah daerah agar membatasi akses tenaga kerja dari luar kabupaten pohuwato sebelum sebagian besar tenaga kerja lokal terpenuhi.
7. Apabila tuntutan kami pada poin 4, 5, dan 6 tidak di indahkan oleh pihak perusahaan, silahkan perusahaan angkat kaki dari bumi panua, Pohuwato.
Dengan tegas, Taufik menyampaikan, dari tujuh tuntutan diatas merupakan akumulasi dari buah pemikiran mereka terkait kejanggalan sosial yang terjadi.
Mulai dari penanganan unjuk rasa pada G 21 S Pohuwato yang menurut Taufik tidaklah efektif.
“Dalam penanganan-penanganan unjuk rasa kami melihat bahwa alat peraga oleh aparat pengamanan itu bukanlah alat pembendung masa aksi, melainkan alat untuk memukul masa aksi,” tutur Taufik.
Dalam pengalamannya, setiap alat penanganan unjuk rasa itu tujuannya untuk membendung masa. Akan tetapi beda halnya dengan penanganan Aksi G 21 S Pohuwato.
“Kami teringat pada saat aksi kami menolak undang-undang omnibus-law, bagaimana alat penanganan unjuk rasa yg dipersiapkan untuk membendung masa aksi itu sudah tersedia memang watercanon, kawat pembendung masa aksi, dan sebagainya. Itu sama sekali tidak dipergunakan,” ujar Taufik
Hal yang disayangkan, Taufik melihat kepolisian justru menyiapkan personil yang cukup banyak dan berbekal senjata laras dan alat pemukul yang seolah-olah akan berperang dengan masa aksi. Bahkan, dirinya heran aparat kepolisian justru malah fokus mejaga perusahaan daripada fasilitas negara yang menjadi titik titik aksi pada saat itu.
“Kami melihat personil malah lebih banyak dan fokus berjaga diwilayah perusahaan saja. Dengan alasan ketika mau mengamankan wilayah dan objek vital daerah, terhalang oleh banyaknya masa aksi yg tengah menuju ke arah perkotaan. Padahal, ada akses jalan perusahaan yang itu langsung ke kota marisa, kenapa tidak lewat jalan itu saja”, Jelas Taufik.
Menurut Taufik, kecolongan adalah alasan yang tidak masuk akal, dan malah menjadi ambigu. Seolah olah ada pembiaran pada pembakaran kantor Bupati.
“Menurut kami sangatlah tidak masuk akal alasan kekurangan personil dan kecolongan. Ini malah menjadi ambigu menurut kami, seolah ada pembiaran dengan pembakaran Kantor Bupati. Kemudian,nhadir kembali personil keamanan di wilayah kota setelah pembakaran kantor bupati yangg dengan bengis dan brutalnya mereka memukuli, mengintimidasi bahkan sampai salah memukul dan mengintimidasi masyarakat, jurnalis, mahasiswa yang hanya melihat saja, dengan alasan mensterilkan keadaan,” Pungkas Taufik.
Lanjut, Taufik menyampaikan bahwa terkait yang terjadi di Pohuwato, semua hanya pada fokus pada tawaran perusahaan, yang justru berujung pada meledaknya amarah penambang.
“Kemudian yangg selanjutnya terkait dengan konflik perusahaan tambang dan penambang, saya kira kami hanya lebih fokus pada tawaran-tawaran kiranya bisa di pertimbangkan oleh pihak perusahaan. karena selama ini kita selalu dibentur-benturkan oleh perusahaan dengan orang tua kita didaerah, dalam hal ini pemerintah kita. Maka, kami pun menyimpulkan bahwa yg paling bertanggung jawab dalam membereskan masalah tali asih dan terbakarnya kantor pemerintahan kita ialah pihak perusahaan, selama ini pemerintah telah berusaha menjalin komunikasi sebagai ikhtiar melahirkan solusi dengan masyarakat penambang, namun yg kerap kali menjadi pemicu konflik adalah ulah perusahaan,” Imbuhnya.
Taufik menjelaskan, tak hanya harus memikirkan penyelesaian masalah terkait tali asih, pemerintah dan perusahaan juga harus mempersiapkan langkah-langkah taktis kedepan setelah masalah sosial terkait tali asih ini selesai. Sehingga kemudian kebijakan dan kerja sama dengan perusahaan beroleh simpatik ditengah-tengah masyarakat terutama masyarakat lingkar tambang.
“Kehadiran investor di daerah memang telah dijamin dalam undang-undang, tetapi keadilan dan kesejahteraan rakyat yang hidup diatas tanah yang di di jalin kerja sama dengan investor juga lebih di prioritaskan dan itu juga dijamin dalam amanat undang-undang kita,” tutup Taufik.