Fenomena Bunuh Diri, Ta’o Hilawo Ngo’idi dan Memaknai Kembali Kata “Duhelo”

Foto Ilustrasi bunuh diri, Sumber foto : DiskurkusNetwork

Wakilrakyat.co, GORONTALO – Akhir-akhir ini, Gorontalo selalu dihebohkan dengan kasus bunuh diri (“Ta Lotipate”) dengan cara “Lontindtayango” atau gantung diri yang hingga 31 Juli 2023 sudah mencapai angka 25 kasus. Itu artinya setiap bulan rata-rata hampir 4 orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara tragis.

Kejadian terakhir (semoga ini benar-benar terakhir) terjadi pada Senin (31/7) di Desa Tumbihe Kec. Kabila Kab. Bone Bolango. “Pohuli Loma’o Teto” (stop sampai disitu saja) jangan sampai terjadi lagi.

Ditinjau dari sudut manapun dan dengan dalih apapun, tindakan bunuh diri tidak dapat dibenarkan. Bahkan dari perspektif agama, tindakan bunuh diri, merupakan dosa besar yang sangat dilarang keras dan termasuk perbuatan yang haram untuk dilakukan.

Hidup identik dengan persoalan atau masalah. Bahkan dapat disebut, bahwa sahabat sejati seseorang adalah masalah. Ia tidak pernah hilang dari bayang-bayang kehidupan seseorang, tanpa mengenal harta, pangkat dan jabatan atau status sosial seseorang.

Faktor tekanan ekonomi, persoalan cinta, diejek dan dibully, menjadi korban fitnah, terlilit hutang dan sebagainya, semua itu pada akhirnya akan bermuara pada “rasa” yang berpusat pada segumpal daging yang berada di rongga dada.

Oleh karena itu, orang Gorontalo sejak awal menyebut rongga dada sebagai “Duhelo” yang berasal dari padanan kata “Dutuwa Lo’u mohelo” artinya, tempat yang ringan atau tempat membebaskan diri dari belenggu beban hidup yang terasa berat menjadi ringan dan lapang.

Bagaimana melapangkan hidup ?orang tua Gorontalo sering menasehati dengan ungkapan “bomoleyapu Duhelo moonu”.

“Moleyapu” tidak sekadar dimaknai sebagai mengusap dada dengan tangan, melainkan mengangkat tangan dengan bertakbir dalam Sholat, berserah diri, bersabar, bertawakal seraya berikhtiar.

Hal itu sejalan dengan Firman Allah SWT. “jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”.

Duhelo sebagai tempat meringankan diri dengan sabar dan ikhlas, dalam perspektif yang bersifat maknawi, adalah jiwa yang diibaratkan seperti benda yang tidak akan pernah tenggelam (Lumodu’o) melainkan “Lumandtungayi” atau akan muncul ke permukaan yang bisa dimaknai sebagai sebuah kemenangan. Artinya siapa yang sabar, ikhlas dan tawakal menjalani roda kehidupan ini, apapun kesulitan dan persoalan yang dihadapi akan menuai kebaikan dan kebahagiaan suatu kelak nanti.

Itulah sejatinya yang menjadi “bindtengi” atau benteng pertahanan bagi setiap orang Gorontalo agar memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi berbagai badai yang menghantam dalam hidup ini.

Selain itu, di kalangan masyarakat Gorontalo zaman dulu, para orang tua biasanya mulai mewaspadai dan memberikan perhatian khusus, jika ada anggota keluarganya yang memiliki mental kepribadian “Mopole’eya” atau cepat “maraju” yang diidentifikasi sebagai benih atau gejala awal yang tidak baik yang perlu diwaspadai.

Ta Mopole’eya ini biasanya “Ta Ohilawo Ngo’idi” atau memiliki hati sadiki yang diekspresikan dengan berbagai cara. Biasanya ketika dimarahi oleh orang tuanya atau ketika keinginannya tidak dipenuhi, ia memperlihatkan reaksi seperti mengurung diri di kamar atau mopole’e pergi dari rumah.

Tingkatan yang paling beresiko adalah, meski keinginannya itu sudah dipenuhi misalnya, namun dia tidak mau lagi karena Malopole’e.

Dengan begitu, jika ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala awal ta mopole’eya atau ta’o hilawo Ngo’idi, maka hal itu perlu diwaspadai oleh orang tua atau anggota keluarga.

Itulah sebabnya dalam sistem awal kehidupan masyarakat Gorontalo zaman dulu yang serba sulit, tidak hanya menghadapi sulitnya mendapatkan makanan, tapi juga sulitnya menaklukkan alam, hutan yang lebat, binatang buas dan berbisa di alam liar, maka sistem “ungala’a” sangat kental terjalin.

Hal itu terlihat dalam struktur bangunan (bele) atau tomeleya orang Gorontalo dulu yang disebut dengan “layihe”.

Dalam sistem dan struktur “layihe” ini, terdapat satu kamar besar yang berada di salah satu sudut rumah yang khusus disediakan untuk sosok anggota keluarga yang “dituakan”, dihormati dan disegani yang setiap saat datang berkunjung atau bertamu.

Kedatangan sosok yang disegani ini bukan untuk “mohangato”, melainkan sebagai pengayom, menjadi tempat curhat anggota keluarga dari berbagai persoalan.

Dan secara samar-samar tanpa disadari, sosok tetua ini memberikan muatan nilai-nilai kehidupan melalui berbagai cara, diantaranya melalui cerita, mitos dan sebagainya yang isinya mengandung wejangan, nasehat dan petuah kepada anggota keluarga, terutama yang memiliki karakter dan kepribadian yang “beresiko” atau upnormal seperti “Tamopole’eya” atau Ta’ohilawo ngo’idi maupun ta “Moleto haleliyo”

Sosok yang dituakan ini selalu bepergian “moahudu” ke anggota keluarga lainnya di kampung lain untuk melakukan hal yang sama. Di rumah kerabatnya itu juga, ia menempati layihe yang memang disediakan untuk itu.

Di zaman sekarang memang sudah sulit mengembalikan sistem layihe dalam struktur ungala’a dalam kekerabatan di Gorontalo karena perkembangan zaman yang semakin individualistik.

Namun paling tidak, dalam setiap rumpun keluarga dekat “tangobungo Loma’o” dibutuhkan kehadiran sosok panutan sang pemberi petuah yang senantiasa “moahudu” yang mampu tampil menjadi pelipur lara bagi anggota keluarganya. Atau paling tidak dalam setiap rumpun keluarga ada sosok “tapotihidiya liyo Lo Pouwala’a (kemenakan) atau Lo Pohutata (sepupu) dan sebagainya yang disegani dan berwibawa yang selalu mengarahkan serta memberikan petuah bagi anggota keluarganya lainnya.

Fenomena bunuh diri akhir-akhir ini dengan begitu, seakan menjadi teguran kolektif bagi kita masyarakat Gorontalo untuk kembali berbenah, mengajak kita untuk mereakutualisasikan nilai-nilai agama, budi pekerti luhur serta semangat moawota, motolongala’a, mohuyula moambuwa yang didasari oleh semangat solidaritas, berakhlakul karimah, tidak saling menyakiti yang dibangun di atas konstruksi nilai-nilai illahiah dan demi kemanusiaan.

Penulis : Ali Mobiliu (Jurnalis, Pemerhati Budaya Gorontalo)

Rekomendasi Untuk Anda

Oleh : Novalliansyah Abdussamad Gorontalo, 12 Desember 2024 Sampai saat ini, publik masih merasa heran …

Wakilrakyat.co, Olahraga,GORONTALO, – Jelang event Mixed Martial Arts (MMA) Gubernur Cup “Baku Lapas”, puluhan peserta …

Wakilrakyat.co, GORONTALO – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, Indriani Dunda kembali menyalurkan …

Wakilrakyat.co ,GORONTALO – Pastikan kondisi peserta baik,jelang event Gubernur Cup Baku Lapas tahun 2024, para …

Wakilrakyat.co, GORONTALO – Kepala bagian umum dan keuangan, sekaligus Plh Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah …

Wakilrakyat.co ,GORONTALO – Komisi lll Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, melakukan kunjungan kerja …

Leave a Comment

Terpopuler

Archives

Jangan Copas Ya

Adblock Detected

Please support us by disabling your AdBlocker extension from your browsers for our website.