Pohuwato adalah Kabupaten yang terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah, diantaranya dari sektor pertambangan. Bagi kami, sebagai masyarakat yang hidup di wilayah lingkar tambang, tentunya ini adalah sebuah anugerah yang diwariskan oleh leluhur kami sebagai rakyat yang hajat hidup kami bergantung pada hasil tambang.
Harus di sadari, bahwa orang tua kami dapat memberikan kami sesuap nasi dan pendidikan yang layak, atau menyekolahkan kami, itu semua berkat dari hasil pertambangan. Bagaimana nantinya jika kami selaku pewaris kekayaan alam ini tidak bisa lagi beraktivitas di wilayah pertambangan?
Pastinya akan ada orang tua yang akan kehilangan pekerjaan. Dari kehilangan pekerjaan itu, maka tidak bisa lagi berpenghasilan. Sehingga, tidak mampu lagi menyekolahkan anaknya bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun sudah tidak bisa, sebab makan minum kami sangat bergantung pada hasil dari tambang emas.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa wilayah pertambangan kabupaten Pohuwato yang sudah dikelola puluhan tahun oleh masyarakat lokal, kini telah dikuasi perusahaan. Kami rakyat kecil dan kami bukan anti investasi yang masuk di daerah kami. Hanya saja kami minta perlakuan, hak dan keadilan yang sama. Sehingga kami tidak merasa dianak tirikan pada tanah kelahiran kami sendiri.
Menjadi penambang adalah pilihan hidup kami. Penambang adalah profesi sekaligus pekerjaan kami. Tapi kalau kemudian hadirnya perusahaan itu justru malah memaksa kami keluar pada wilayah kerja yang sudah kami tekuni, bahkan sejak puluhan tahun. Maka, pemerintah yang seharusnya berada pada poros paling depan untuk melindungi kami.
Kedatangan perusahan itu, seolah-olah melempar makanan yang ada di piring kami, seolah-olah menendang air minum yang ada di teko kami, Seolah-olah mengusir kami dari bangku sekolah kami, juga seolah-olah akan membunuh kami. Kita rakyat kecil hanya bisa berdoa, semoga saja Tuhan tidak akan murka kepada mereka (kapitalis) yang serakah.
Kami masih bisa sabar, dan jangan sampai waktu dan kesabaran kami rakyat bumi panua akan habis, menunggu solusi yang tak kunjung lahir dari penguasa. Ini adalah sebuah ultimatum kami kepada Pemerintah Daerah, DPRD, bahkan perusahaan!
Kami bukan tidak takut dengan hukum yang ada, tapi rasa khawatir untuk tidak bisa menghidupi keluarga selalu datang menghantui di pikiran-pikiran kami.
Kalau sabar kami itu sudah hilang, jangan salahkan kami masyarakat sebagai penambang lokal akan mencari keadilan di negeri ini, dan juga mempertahankan warisan leluhur kami dengan cara kami sendiri. Karena kita percaya kedaulatan tertinggi di negara ini ada di tangan rakyat.
Penulis: Ropin Bagi (Anak Lingkar Tambang)
Editor: Enal Ibrahim