Menelisik Skandal Perdis Fiktif DPRD Boalemo : Siapa Paling Bertanggung Jawab?
Lembaga Legislatif Kabupaten Boalemo tengah diguncang dengan adanya dugaan perjalanan dinas (Perdis) fiktif yang tengah dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri Boalemo.
Disinyalir 25 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Boalemo dan Sekretariat DPRD terlihat dalam praktik korupsi tersebut.
Kerugian pun ditaksir berada diangka miliaran rupiah, jika terbukti tentu ini berpotensi hilangnya kepercayaan publik terhadap wakil rakyat.
Wakilrakyat.co, Indepth Report– Senja kala itu, di tanggal 22 Juli 2025, suasana salah satu warung kopi di pusat kota Boalemo tiba-tiba menjadi ramai dengan perbincangan tayangan youtube Tim Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Boalemo.
Dalam video yang diunggah di Youtube tersebut, terlihat tim penyidik Pidana Khusus Kejari Boalemo tengah keluar masuk dibeberapa hotel. Rekaman sederhana, namun cukup mengguncang Bumi Boalemo, Dugaan Perjalanan Dinas Fiktif DPRD Boalemo kini menyeruak ke permukaan
Gedung DPRD Boalemo dihari yang sama tampak kontras. Hanya beberapa staf yang lalu-lalang, membereskan berkas di meja masing-masing. Di ruang Sekretariat, tumpukan dokumen perjalanan dinas (perdis) sudah tertata rapi.
Nama-nama anggota dewan, pendamping, hingga tenaga honorer tercantum jelas: tujuan perjalanan, tanggal keberangkatan, dan daftar hotel tempat mereka menginap. Di atas kertas, semuanya terlihat sempurna.
Namun, ketika WakilRakyat.co mencoba menelusuri jejak perjalanan itu, muncul pertanyaan besar. Apakah benar seluruh perjalanan dinas tersebut pernah terjadi? Atau hanya tinggal catatan fiktif yang menggerogoti anggaran daerah?
Awal Jejak: Dari 2020 ke 2022
Dugaan perdis fiktif ini bukan cerita baru. Sejak 2020, pola perjalanan dinas DPRD Boalemo sudah menyisakan tanda tanya. Sejumlah orang dalam bercerita, keberangkatan anggota dewan bersama pendamping tak sesuai nyatanya. Ada yang sekadar menitip nama, ada pula yang tak pernah berangkat sama sekali.
“Bukti hotel lengkap, tiket juga ada. Tapi yang berangkat siapa, itu lain cerita,” ujar seorang staf yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Praktik ini ternyata berulang di tahun berikutnya. Pada 2021, daftar perjalanan dinas makin banyak, namun jejak fisik keberangkatan tidak selalu sejalan. Bahkan, sejumlah nama yang berangkat tak sesuai dengan apa adanya, padahal keberangkatan mereka tertera dalam dokumen
Skema Dugaan Modus
Berdasarkan penelusuran wakilrakyat.co, setidaknya ada 2 pola utama dalam dugaan manipulasi perdis:
Penitipan Nama – sejumlah orang yang tidak ikut perjalanan, tetapi namanya dicantumkan dalam daftar peserta.
Hotel Fiktif – kuitansi hotel dibuat seolah-olah ditempati, padahal kamar tidak pernah digunakan.
Dengan mekanisme ini, laporan perjalanan tetap sah secara administratif. Anggaran bisa cair penuh, tanpa pernah diverifikasi di lapangan.
“Dengan mekanisme ini, anggaran perjalanan dinas bisa dicairkan penuh tanpa realisasi yang sesuai fakta. Polanya berulang hampir setiap tahun, sehingga wajar saja jika publik menilai ada indikasi “persekongkolan sistematis” antara pihak internal DPRD dan oknum penyedia hotel,” jelas Nanang.
Persekongkolan Sistematis
Praktik perdis fiktif tidak mungkin berjalan mulus tanpa adanya kerja sama antar pihak. Beberapa oknum penyedia jasa hotel diduga kuat ikut memainkan peran. Mereka menyiapkan tiket, mengatur bill hotel, bahkan membantu menyusun laporan.
“Kalau hanya anggota DPRD sendiri, tidak akan rapi. Ini jelas ada sistemnya,” kata Nanang Syawal.
“Indikasi keterlibatan pihak sekretariat DPRD juga tak bisa diabaikan. Administrasi dan pencairan anggaran ada di tangan mereka. Sementara pimpinan DPRD punya kewenangan untuk menandatangani dan mengesahkan,” tambah Nanang Syawal.
Potensi Kerugian
Hingga kini, angka resmi kerugian negara belum diumumkan. Namun, berdasarkan perkiraan kasar, jumlahnya mencapai Miliaran Rupiah.
Bagi Boalemo, angka itu sangat besar. Saat jalan-jalan penuh lubang, TPP yang terus menggantung, beasiswa yang minim, jasa tenaga medis yang berkurang, Petani yang berteriak bibit dan pupuk, miliaran rupiah justru diduga terbuang sia-sia.
“Bayangkan, dengan uang itu seharusnya bisa memperbaiki jalan, membayar TPP ASN, membantu para Petani dan masih banyak lagi,” ujar Sahril salah seorang Mahasiswa yang berasal dari Botumoito kepada wakilrakyat.co.
Jejak Tanggung Jawab
Pertanyaan besar kini muncul: siapa yang harus paling bertanggung jawab?
Anggota DPRD – nama mereka tercantum dalam dokumen, dan mereka menikmati uang perjalanan.
Sekretariat DPRD – sebagai pengelola administrasi dan pengurus pencairan dana, mereka punya peran penting.
Pimpinan DPRD – tanda tangan dan persetujuan ada di tangan mereka, sulit membayangkan kasus sebesar ini tanpa sepengetahuan pimpinan.
Kejaksaan Negeri Boalemo sudah menyatakan 25 anggota DPRD bersama sekretariat akan dipanggil. Namun publik khawatir, kasus ini hanya berhenti di level teknis.
Respon DPRD Boalemo
Menanggapi soal dugaan perjalanan dinas (Perdis) fiktif di DPRD Kabupaten Boalemo, Ketua DPRD Boalemo, Karyawan Eka Putra Noho, menegaskan bahwa DPRD tidak memiliki kewenangan mencampuri proses hukum yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Boalemo.
Menurut Eka Putra Noho bahwa DPRD tidak boleh masuk terlalu jauh dalam perkara yang telah menjadi ranah aparat penegak hukum.
“Itu sudah masuk ranah Kejaksaan, dan kami tidak bisa mengintervensi. Mereka juga sudah menyampaikan bahwa itu termasuk Perdis fiktif, jadi kami menyerahkan sepenuhnya prosesnya ke Kejaksaan,” tutur Karyawan Eka Putra Noho, Kamis 7 Agustus 2025.
Respon Bijak Eka Putera Noho menandakan, bahwa DPRD masih percaya bahwa Kejaksaan bisa melihat secara utuh dari mata hukum terkait dengan masalah tersebut.
Kejaksaan Negeri Boalemo Buka Suara
Kepala Kejaksaan Negeri Boalemo melalui Kepala Seksi Intelijen, Muhamad Reza Rumondor, SH, MH saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, menegaskan, bahwa Kejari Boalemo berkomitmen mengungkap tuntas dugaan kasus perjalanan dinas fiktif (perdis) tersebut.
“Dalam waktu dekat kami akan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif DPRD Boalemo tahun 2020–2022,” ujar Muhamad Reza Rumondor.
Ia menambahkan, penanganan perkara ini masih terus berjalan. Karena itu, ia mengimbau masyarakat Boalemo untuk memberikan kepercayaan penuh kepada kejaksaan dalam menuntaskan kasus tersebut. Menurutnya, Kejari Boalemo berkomitmen kuat menegakkan hukum, termasuk dalam perkara yang menyeret anggota DPRD periode 2019–2024.
“Kasus dugaan perjalanan dinas fiktif DPRD Boalemo masih terus berproses, dan kejaksaan telah berkomitmen menuntaskannya,” tegas Reza.
Tekanan Publik
Masyarakat kini menuntut transparansi penuh. Aktivis lokal, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat mendesak agar kasus ini diusut tuntas.
“Jangan ada yang ditutup-tutupi. Jangan berhenti di pegawai atau staf kecil. Siapa pun yang terlibat harus diadili,” tegas Nanang Syawal aktivis antikorupsi Boalemo.
Di tempat terpisah, Sahril Tialo mengatakan, Kasus dugaan perjalanan dinas fiktif DPRD Boalemo merupakan pengkhianatan besar terhadap amanah rakyat. Terlebih lagi, dugaan ini terjadi di masa pandemi.
“Saat rakyat Boalemo mengalami kesulitan ekonomi, kehilangan pekerjaan, dan bahkan ada yang harus berjuang untuk sekadar bertahan hidup. Ironisnya, wakil rakyat justru diduga menggunakan anggaran secara tidak bertanggung jawab.” kata Sahril.
Sahril mendesak agar Kejaksaan segera memeriksa pimpinan DPRD dan beberapa nama anggota legislatif yang diduga terlibat.
“Tidak ada alasan untuk menunda, apalagi sampai menutup-nutupi. Hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya. Rakyat berhak tahu siapa saja yang terlibat, karena kejahatan anggaran publik adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat.” tegas Sahril.
Ujian bagi Penegakan Hukum
Kasus ini akan menjadi barometer penegakan hukum di Boalemo. Jika benar 25 anggota DPRD terlibat, maka ini bukan sekadar persoalan etik, melainkan pengkhianatan terhadap rakyat.
Pertanyaan akhirnya sederhana, namun penting: apakah hukum akan benar-benar tajam ke atas, atau kembali tumpul saat berhadapan dengan para elite politik?