WakilRakyat, Organisasi kepemudaan bercirikan kedaerahan menancapkan perannya di indonesia pada tahun 1928 ketika terjadi peristiwa bersejarah dimana berkumpulnya pemuda-pemuda dari jong java, jong celebes, jong ambon, jong sumatranen bond dan lainnya yang menjadi tonggak bersatunya sebuah bangsa dimana dikenal dengan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini lahir dari keresahan dan kesadaran pemuda – pemuda di zaman itu untuk menyatukan bangsa indonesia dalam satu kesatuan yang tidak membedakan ras, agama dan suku agar terbentuknya persatuan dan kesatuan indonesia.
Peran pemuda tidak bisa dipungkiri sangat mengakar dalam sejarah indonesia seperti generasi 45, generasi 66, dan generasi 98 yang menjadi promotor arah sejarah indonesia. Pemuda yang lahir dengan gagasan untuk merubah indonesia ke depan lebih baik dengan melakukan perubahan (Revolusi) tanpa menimbang kuat dan lemah posisi meraka tapi melihat benar atau salah hal yang mereka lakukan.
Gerakan kepemudaan inilah mengilhami banyak organisasi kedaerahan dalam memperjuangkan kemajuan di daerahnya agar rasa patriotisme dalam seluruh lapisan masyarakat bisa terbangun. Menjadi hal yang lumrah bahwa saat ini banyak bermunculan organisasi kedaerahan atau biasa disebut dengan Paguyuban bersistemkan primordial menjadi daya tarik agar bisa mewujudkan tujuan tersebut.
Di daerah provinsi Gorontalo sendiri sudah lahir puluhan organisasi kedaerahan se – BMR (Bolaang Mongondow Raya) mulai dari tingkat kota/kabupaten, kecamatan, bahkan tingkat desa sekalipun. Dalam kemajemukan paguyuban di gorontalo menjadi pertanyaan besar apakah paguyuban se – BMR bisa membawa perubahan besar bagi terwujudnya provinsi BMR atau tidak ?
Ketika menilai eksistensi paguyuban se – BMR di Provinsi Gorontalo tidak bisa dipungkiri bahwa dimana kader – kadernya tersebar baik organisasi internal kampus maupun eksternal kampus mempunyai potensi yang besar. Namun hal ini menjadi problematika tersendiri ketika kader – kader tersebut hanya fokus dalam mengembangkan diri tanpa peduli akan permasalahan daerahnya atau menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.
Saat menganalisa lebih dalam ternyata dengan potensi sumber daya manusia lulusan sarjana di pelbagai bidang disiplin ilmu belum membawa perubahan yang signifikan bagi tujuan pembentukan Provinsi BMR (Bolaang Mongondow Raya) walaupun banyak dibuatnya diskusi-diskusi ataupun debat ilmiah dengan tema “Pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya”. Hal ini memang disebabkan tidak adanya tindak lanjut atas kesepakatan yang didiskusikan tersebut dengan mengorganisir pembentukan aliansi resmi paguyuban se-BMR (Aliansi tidak resmi sudah terbentuk tapi hanya sebatas penggalangan dana bencana alam atau pun mengawal isu nasional) demi mendukung gerakan politis tersebut. Gerakan setengah hati ini pun selalu berujung pada apatisme di kalangan kader-kader paguyuban se- BMR karena tidak adanya positioning yang jelas.
Kita bisa mencontohi bagaimana perjuangan HPMIG (Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo) sepanjang tahun 1998 – 2000 dalam mengobarkan melahirkan semangat akan kemajuan daerah untuk berpisah dari Provinsi Sulawesi Utara pada waktu itu. Rekomendasi pembentukan Provinsi Gorontalo pertama kali tercetus dari Mubes HPMIG ke- V pada tahun 1999 yang dipelopori oleh Yuniarto Kono dengan lahirnya Presnas (Presidium Nasional) diketua oleh Dr. Nelson Pomalingo yang merupakan titik awal perjuangan pemuda Gorontalo dalam membentuk Provinsi.
Keinginan besar ini diwujudkan pada tahun 1998 lewat demo besar – besaran kader HPMIG di gedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) di Manado dan di gedung DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia) di Jakarta dengan tuntutan bahwa perjuangan pembentukan Provinsi Gorontalo siap diperjuangkan oleh mahasiswa. Maka atas kegigihan dan tekad kuat dari pemuda dan seluruh elemen masyakarat Gorontalo pada tanggal 23 Januari 2000 Provinsi Gorontalo resmi dideklarasikan sebagai Provinsi ke-32 di Indonesia.
Ketika melihat bagaimana perjuangan masyarakat Gorontalo untuk memisahkan diri dari Provinsi Sulawesi Utara menjadikan perjuangan juga masyarakat se – BMR bukan hanya eutopia semata. Ini dibuktikan dengan persatuan dan kesadaran seluruh elemen masyarakat Gorontalo dengan tujuan dan gerakan yang sama untuk memajukan daerah Provinsi Gorontalo.
Hal ini tentu menjadi pengingat bagi paguyuban se – BMR yang berada di Gorontalo untuk segera memulai gerakan bersama dan mengesampingkan egosentris daerahnya sendiri. Langkah awal ini bisa dimulai dengan ditanda tanganinya kesepakatan bersama berdirinya aliansi resmi seluruh paguyuban se – BMR dengan tujuan menyatukan perbedaan dan membantu perjuangan P3BMR (Presidium Pemekaran Provinsi Bolaang Mongondow Raya) serta membuat langkah – langkah strategis yang akan dilaksanakan kedepan agar pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya bisa terwujud.
Penulis : Randa Damaling (Aktivis Mahasiswa Kotamobagu)